Ini hari pertama gue ga pulang ke rumah sejak kerja di kantor sekarang. Mess yang sesepi itu, bikin gue merasa hidup ini seolah hampa. Padahal, empat hari kebelakang gue baru aja kunjungan industri sama 14 teman kantor lainnya ke daerah Yogya dan sekitarnya. Yang mana, hal ini perlu gue syukuri karena ga semua orang mendapakan kesempatan yang sama. Rasanya pengen selalu pulang, ternyata gue sekangen itu sama rumah, tempat dan orang-orang yang bikin gue nyaman. Di sisi lain, gue sangat menikmati kesunyian dan kesendirian ini yang sulit didapatkan di hari-hari biasa selain weekend. Maklum, karena mess cewek nyatu sama office dan kita tinggal banyakan, terkadang sulit mendapatkan pojokan untuk menyendiri. Throw back till now, entah bagaimana pun kondisinya, gue selalu ingin bersyukur dan bersyukur lagi atas apapun yang udah Allah kasih. Di dramatisir atau tidak, bukan juga perjalanan mudah untuk sampai di titik ini. Meski seringkali hidup tak sesuai rencana dan harapan. Tapi, pemasrahan dan penyerahan diri kepada Allah membuat gue tetap tenang dan tentram, bahwa Allah lebih mengetahui apa yang ada di depan, samping, dan belakang, yang manusia terbatasi melakukan penglihatan tersebut. Still, God is Good.

Tulisan ini lagi-lagi menyoal tentang refleksi perjalanan hidup yang semakin berjalan pesat dan tidak terbatasi ruang serta waktu. Begitu pergantian tahun terjadi, refleksi mengenai kontribusi dan usia, masih menjadi introspeksi utama yang kian melekat dalam pikiran. Menjajaki usia hampir seperempat abad, semakin bikin gue berpikir atas hidup dan kehidupan gue selama ini dihabiskan untuk apa. Kesalahan langkah dan keputusan di masa lalu mungkin akan terjadi pula di masa sekarang atau masa depan. Kedewasaan berpikir dan mengambil keputusan akan sangat berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukan. Keraguan dan kebimbangan agaknya masih menjadi teman perjalanan yang menyertai, hanya semoga saja ke depannya, hal ini semakin bisa diminimalisir, sehingga pengambilan keputusan dan tindakan bisa sedikit lebih tepat.

Break through the line yang dulu coba gue lakukan, buahnya masih gue alami saat ini walaupun jadi terlihat seperti dua sisi mata pisau. Gue masih berprinsip, selama keduanya masih bisa dijalankan bersamaan, lantas mengapa kita harus memilih salah satu? Meskipun gue sedang kewalahan atas keteguhan ini, tapi proses itulah yang sejauh ini membuat gue mau untuk terus berkembang dan menjadi lebih dan lebih lagi. Beberapa kejadian mengingatkan gue bahwa ke-multitasking-an ini tidak selamanya sehat, gue hanya perlu bekerja lebih cepat dan efisien untuk menyelesaikan satu persatu agar dapat beralih fokus dari satu ke yang lainnya. Persimpangan dilematis yang beririsan, gue cuma bisa mengandalkan bantuan dan pertolongan Allah tanpa mengesampingkan ikhtiar semaksimalkan mungkin agar Allah pun ridho terhadap tujuan apa yang ingin gue capai, sehingga akan sesulit apapun perjalanannya, gue tau akan selalu ada Allah yang berjalan beriringan untuk selalu menguatkan langkah.

Kuatkan hati, mantapkan langkah. Ingat, surga tidak didapat dengan rebahan dan tenggahan.

“Yakinlah ada sesuatu yang menantimu setelah sekian banyak kesabaran (yang kau jalani), yang akan membuatmu terpana hingga lupa betapa pedihnya rasa sakit.” – Ali bin Abi Thalib

 

Quotes di atas adalah salah satu kata-kata favorit dari sekian banyak quote yang aku suka. Maklum, anaknya emang adore with words. I love that quotes after a year that I think it’s become my turning point in many things. Sejak saat itu aku merasakan kedamaian atas rasa penyerahan diri kepada Sang Pencipta. Tidak lagi khawatir akan apapun yang akan datang di kemudian hari, entah itu esok atau masa depan.

 

Rasanya Allah baik sekali dan luar biasa membuat aku terpana akan kejutan-kejutan yang hadir ketika kita memasrahkan segalanya, tidak berekspetasi, dan tidak mengharap berlebihan. Karena aku tahu, aku harus selalu menyiapkan hati untuk apapun kemungkinan yang datang. Dulu aku terlalu menggebu untuk mencapai tujuan, melakukan penargetan, membayangkan kehidupan masa depan seandainya impian-impian itu terwujud. Tapi aku lupa untuk menyiapkan hati atas kemungkinan terburuk. Aku terlalu terfokus akan tujuan namun lupa memaknai dan menikmati proses yang juga sama pentingnya, dapat menentukan hasil di masa mendatang. Sehingga aku kehilangan banyak pelajaran berharga. Sekarang ku menyadari bahwa keberhasilan dan kegagalan sama porsinya, maka selalu bersiaplah untuk segala kemungkinannya.

 

Agaknya ujian kehidupan tidak akan berakhir selama kita masih hidup. Setahun pembelajaran berharga yang terkenang dan akan selalu teringat karena dampaknya yang luar biasa mengubah diri dan kehidupan setelahnya. Meskipun setahun ujian tersebut rasanya tidak sebanding dengan banyak kenikmatan yang telah Allah berikan. Seharusnya merasa malulah diri ini karena selalu mengeluh dan kufur nikmat, padahal nikmat yang diberi sudah tak terukur. Hanya rasa cukup (qanaah) yang dapat membentengi hasrat manusia yang selalu merasa kurang. Menyadari bahwa apa yang diberikan Allah sudah berdasarkan kecukupan dan kebutuhan masing-masing hamba. Semakin bertambah amanah dan tanggung jawab seseorang, maka akan Allah tambah pula nikmatnya sesuai tuntutan tanggung jawabnya. Bersyukur, no debat!

 

Maka bersabarlah akan segala kondisi yang dialami. Baik kenikmatan ataupun kekurangan, karena bersamanya selalu hadir ujian. Apakah kita mampu mempergunakannya dengan baik dan benar atau sebaliknya. Belum tentu nikmat yang berlimpah itu juga berkah. Maka ziswaf  (zakat, infaq, sedekah dan wakaf) adalah salah satu sarana untuk menyucikan harta dengan berbagi. Barangkali ada hak orang lain dalam harta kita yang belum ditunaikan. Selalu berprasangka baiklah kepada Allah dan sesama. Yakin akan ada suatu hal baik yang menanti setelah banyak kesabaran yang kita lalui jika kita mau mengambil pelajaran dan berubah menjadi pribadi lebih baik. Pertolongan dan rezeki akan datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Ketika saat itu datang, pergunakanlah momentum untuk lebih memperluas kebermanfaatan dan lebih mendekatkan diri kepada Ilahi Rabbi. Aamiin.

 

"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Ath-Thalaq: 2-3).


Beberapa hari kebelakang gue mengalami ‘accident’ yang mana saat ini gue melihatnya sebagai ujian Allah membuka salah satu aib gue di depan banyak orang. Jujur, gue belajar banyak! Meskipun diri ini masih sulit menerima bahwa gue ga sepenuhnya salah, tetap ada titik kesalahpahaman di sana. Walau begitu, nasi sudah menjadi bubur. Sampai detik ini gue gabisa berhenti mikirin, meski udah ga se-overthinking di hari pertama gue syok mengalami kejadian itu. Gue sampe mual, masuk angin, muntah-muntah, pening banget rasanya pengen ditidurin aja berharap ketika bangun semua baik-baik aja. Sedalam apapun gue terus memikirkannya, gue selalu pada kesimpulan akhir, Allah lebih tahu. Entah kejadian sebenarnya saat itu ataupun sifat gue yang sebenarnya. Gue cuma bisa ngeyakinin dalam diri bahwa gue bukan orang yang seperti disangkakan pada saat kejadian. Ngomongin doi ataupun meledeknya dengan stiker-stiker yang masyhur dilakukan temen-temen gue aja gue ga berani, apalagi sampai hati mengejeknya langsung di depan orangnya. Gue sendiri menganggap itu sungguh bukan perbuatan terpuji. Apalagi beliau guru yang sangat gue hormatin, banyak sekali jasa beliau membantu gue selama masa perkuliahan. Jika Allah izinkan, gue hanya mau coba menjelaskan kronologi kejadian dan minta maaf dengan setulus-tulusnya. Cukup. Gue berharap ke depannya baik-baik aja. Aamiin ya rabbal alamin


Kenapa gue?

Penyesalan selalu datang belakangan. Tapi gue gamau rasa sesal itu melebihi segalanya. At the end, Allah juga yang nguatin gue untuk tidak khawatir dengan apapun yang akan gue hadapin di depan. Bismillah, laa haula gue siap tanggung risikonya. Allah tahu gue mampu, Allah tahu gue bisa. So, jangan sampai kesalahan kemarin lantas menghalangi lo untuk melangkah maju, menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Jauhilah kami dari buruk prasangka dan penyakit hati. Aamiin. Gue juga ga berhenti-berhentinya berterima kasih untuk mereka yang support gue, mendoakan gue, memberikan kesempatan untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Yuk bisa yuk baik bareng-bareng. Luuvv u all.


Pernah suatu ketika, seorang adik tingkat tiba-tiba menghubungiku dan bertanya akan suatu hal. Aku lupa apa yang dia tanyakan di awal, tapi yang kuingat setelahnya adalah pertanyaan-pertanyaan random beruntun layaknya konsultasi wkwk dan aku menikmatinya. Selalu menyenangkan bagiku dapat berbagi dan menjadi salah satu yang dipertimbangkan masukannya. Dalam tengah sesi waktu itu lantas dia berucap, “kayaknya teteh ga pernah insecure ya?” lalu jawabku tertawa. Menertawai diri bahwa aku tidak seperti yang dia sangkakan. Layaknya manusia dan wanita pada utuhnya, aku pun bisa rapuh dan jatuh, hanya saja mungkin aku tidak menampakkan itu di khalayak ramai. Dulu aku pernah berada di tahap begitu peduli akan pandangan dan penilaian orang, takut dinilai buruk. Jujur. Aku tak munafikkan hal itu. And I think everybody been there. Tapi, seiring berjalannya waktu, pengalaman, dan kedewasaan, sedikit demi sedikit aku belajar menjadi orang yang bodo amat akan ‘how people look and staring at me’ dan fokus sama perbaikan diri sendiri aja. Sehingga setelahnya, setiap melakukan sesuatu, tidak pernah lagi berpikiran bagaimana orang memandang dan menilai. Allah tahu. Itu aja, cukup.

 

Keluarga, teman, sahabat, rekan bisnis, dan orang-orang yang melingkupi dalam aktivitas sehari-hari bukanlah orang yang sebenarnya kita kenal. Mungkin mereka jasad yang sama sepanjang waktu. Tapi hati, jiwa, ruh yang mengisinya bisa saja berbeda. Mereka tetaplah orang yang sama berdasar karakter genetisnya. Namun, mereka dapat berubah menyesuaikan lingkungan yang disinggahinya. Maka, menurutku kurang tepat jika kita merasa bahwa kita paling tahu dan kenal akan seseorang, even pasangan sendiri. Karena sejatinya manusia dinamis, dapat berubah-ubah, maka akan ada saja hal baru yang mungkin kita temukan dari orang-orang terdekat sekalipun. Serta, jangan pernah menaruh harap berlebih pada makhluk, karena hanya ada kecewa didapat. Berharaplah hanya kepada Allah, Dzat yang Maha Kekal.

 

Long story short, setelah sesi itu dia menaruh jawaban-jawabanku pada statusnya, mungkin itu pengajaran yang layak untuk orang dapatkan juga. Alhamdulillah..

 

Dalam realitanya, aku pun orang yang berperang, berjalan beriringan dengan sesuatu yang kita anggap ‘insecurity’. Sampai akhirnya aku melihat dan memahami, everybody has their own insecurity. Tak terkecuali orang yang kita sebut idola. Tapi coba selami lebih jauh, introspeksi dan muhasabah, ke-insecure-an itu hadir menurutku karena kita kurang bersyukur. Bersyukur untuk segala hal yang Allah kasih untuk kita. Again, manusia kadang berfokus pada hal yang tidak dipunya, pada sesuatu yang memang Allah tidak menakdirkannya untuk kita mau bagaimana pun kita berusaha menuju itu. That’s not your track dude! Maka mudah saja hidup, tidak ada rasa khawatir dan gelisah dengan rasa syukur dan ikhlas jangan lupa.

 

Sikapi segalanya dengan positif dan rendah hati agar hidayah dan pertolongan Allah selalu hadir menyapa. Tidak ada seorang pun yang dapat menjamin dirinya akan selalu baik, maka kita perlu untuk selalu berdoa meminta diistiqomahkan dan tidak Allah belokkan lagi pada kejahiliyahan. Semoga Allah senantiasa genggam hati kita dalam rahman rahim-Nya.

 

Yuk bangkit lagi, semangat lagi, syurga tidak didapat dengan rebahan dan tenggadahan. Aku tahu kamu kuat, aku tau kamu bisa. Luv more!

Hari ini tepat setahun atas salah satu peristiwa luar biasa dalam hidupku. Peristiwa luar biasa yang cukup banyak mengubah hidupku.

 

Dulu sering ku bertanya, apakah ada pria yang benar-benar bisa mencintai seorang wanita ataupun sebaliknya. Mungkin kesangsian ini muncul karena lingkungan tempatku tumbuh tidak aku dapati sosok figur bagaimana seharusnya lelaki itu terkhusus dalam Islam. Aku tumbuh menjadi seorang wanita kuat dan mandiri, yang mau tidak mau menuntutku untuk serba bisa. Hingga secara tidak langsung, bersamaan dengan proses itu kepercayaanku akan sosok lelaki terkikis. Aku tidak takut untuk banyak terlibat dalam kegiatan yang mengharuskan untuk berada di sekitar para lelaki, karena selain aku mempercayakan kemampuanku menjaga diri, ternyata ketidakyakinan ku kepada lelaki pun cukup memengaruhi. Di lain sisi, aku juga paham bahwa tidak ada cinta sebelum pernikahan. Maka aku akan selalu defensif terhadap jenis perasaan cinta yang datang. Meski masih seringkali ku terlena meladeni, tapi pada akhirnya akal ku menang melawan rasa yang belum saatnya itu.

 

Ujian tentang rasa ‘cinta’ akan selalu ada menghampiri. Entah karena memang begitu alamiahnya, atau mungkin seiring bertumbuhnya usia dan pemahaman, akan ada saatnya ketika diri sudah tak mampu membentengnya. Hanya saja perihal itu aku pun tak yakin, karena seringkali manusia tertipu oleh muslihat syaiton. Aku hanya selalu yakin dan berdoa bahwa jika memang benar saat itu tiba, Allah sendiri yang akan berikan keyakinan. Perasaan akan sebuah keteguhan hati yang belum pernah kita rasakan sebelumnya.

 

Sama seperti kisah sebelumnya bahwa hanya menyoal waktu kisah ini akan berlalu. Tapi aku hanya merasa tingkatan kali ini lebih sulit, lebih sakit dan menyiksa. Layaknya ujian ranah akademis, ujian dalam kehidupan pun ada tingkatannya. Aku baru merasakan ujian perasaan hati yang seperti ini. Ya Allah, kaulah yang Maha membolak-balikan hati. Lepaskanku dari segala belenggu rasa yang belum saatnya ini serta teguhkanlah keyakinanku atas pilihan terbaik dari-Mu. Hiasi hati dan diri hanya untuk mengingat kepada-Mu. Memantaskan diri sebagai hamba terbaik-Mu. Berkarya dan berkontribusi untuk Islam.

 

Lekas pulih wahai hati...

Lekas pulih wahai jiwa...

Lekas pulih wahai jasad...