Being A Volunteer of Street Child Community | #1


Hampir satu bulan gue gabung sama komunitas anak jalanan. Gue bingung kalo dilabelin, apa sebutan yang cocok. Tapi gue lebih suka menyebutnya seperti itu. Rubel (Rumah Belajar) Sahaja namanya. Tak tahu pasti kapan perkumpulan atau organisasi atau komunitas ini ada. Menurut salah satu ‘dedengkot’nya atau mungkin tetuanya apalah sebutannya itu, perkumpulan itu sudah ada sejak tahun 2004 silam. Dan mulai ‘eksis’ dua tahun kemudian. Berarti sudah kurang lebih 13 tahun sejak komunitas ini berdiri.

Gue pribadi tahu komunitas ini sejak Oktober tahun lalu dari temen gue. Waktu itu gue lagi dalam proses melamar pekerjaan untuk pertama kalinya di salah satu perusahaan di Bandung. Setelah selesai interview, gue janjian dengan teman w yang juga bekerja di situ untuk makan siang bersama. Saat gue pamit hendak pulang, biasa kita menyocokkan jadwal untuk kita hangout bersama. Di situ dia bilang kalau dia aktif di komunitas Rubel Sahaja ini. Nah dari situ gue kepo tentang Rubel Sahaja ini. Gue searching lewat instagram, liat-liat dan cari tahu apa kegiatan mereka. Terus gue liat open recruitment (oprec) relawan baru sebulan yang lalu. Berarti kemungkinan dibuka lagi gatau kapan. Akhirnya gue nunggu dulu. And then,  yeay finally mereka oprec awal Februari kemarin. Langsung deh hari pertama setelah mereka posting, gue langsung isi form pendaftarannya. Terus pas besoknya, gue diajak sama temen gue itu untuk coba ikut (belum ada tindak lanjut dari oprec) itungannya gue baru berkunjung aja. Dan dari situ ternyata gue tahu kalau saat itu (Oktober) gue mau join juga  bisa. Jadi ga usah nunggu oprec yang baru dibuka tiga bulan kemudian. Gapapa lah itung-itung membulatkan tekad kalau gue bener-bener pengen gabung. Ya masuk secara resmi juga lah ya. Mungkin segitu aja throw back nya sampai gue join komunitas ini.

Sabtu, 4 Februari 2017 jadi hari bersejarah antara gue dan Rubel Sahaja. Diawali dengan jalan dari perempatan Rajawali sampai Pasar Ciroyom (karena diturunin mamang angkot, macet katanya, ya kami maklum Bandung kalau weekend memang lebih macet), menyapa mereka di jalanan (umumnya mereka adalah pengamen dan maaf rata-rata mereka yang ngamen itu ngelem (ngehisap lem aibon)), mendatangi rumah-rumah lusuh dan gubuk mereka di pinggir rel kereta, menyusuri pasar (dulu waktu gue SMP sama SMA paling males kalau angkotnya udah masuk pasar, bau soalnya, tapi sekarang malah 'bersahabat' ama ni pasar) lalu masuk ke dalam pasar dan tibalah kami di atap Pasar Ciroyom. Ya atap pasar inilah yang biasanya dijadikan tempat untuk berkumpul belajar bersama kakak-kakak Relawan Rubel Sahaja. Belum punya tempat sendiri memang, tak apa manfaatkan saja ruang yang ada. Hari itu kami kedatangan tamu kakak-kakak mahasiswa dari Teknik Pertambangan ITB. Salah satu program mereka dalam rangka pengabdian kepada masyarakat katanya. Kita ambil positifnya aja. Semoga tidak hanya sekali saat itu saja, tapi juga bisa berlajut di luar program itu sendiri. Keinginan sendiri. Panggilan hati lah istilahnya hehe. Ohiya di akhir kegiatan mereka juga memberikan bantuan seperangkat alat tulis. Buku, pensil, dsb.

Gue coba mengakrabkan diri dengan mereka. Dan mereka pun sebaliknya. Mungkin karena mereka terbiasa bertemu dengan orang baru dan terbiasa dengan kakak-kakak di rubel ini, akhirnya kebawa juga sifat mereka ke gue. Main toal-toel, gandeng tangan, kalo duduk berpangku siku, kalo kata di reality show Korea mah ‘skinship’, ya macem begitulah. Aneh buat gue yang ga biasa disentuh orang sembarangan. Tapi positifnya kami seolah dekat dan mempercepat ‘keakraban’ kami. Ya mungkin disitu mereka merasakan kehangatan, kasih sayang, dan dekat dengan kami.

Ritual selanjutnya begitu mereka sampai ke atap, harus mandi sekalian wudhu terus sholat Ashar. Setelah Sholat, baru kegiatan belajar dimulai. Matematika. Itulah pelajaran pertama yang harus gue ajarkan kepada mereka. Satu anak satu relawan. Walaupun kadang ga seperti itu, bebas gimana nyamannya anak aja. Tapi tetap diusahakan one to one. Tempatnya pun sama bebas. Gue kebagian megang Ivan. Cowok yang ternyata umurnya cuma satu tahun lebih muda daripada gue. 17 tahun. Wow! Aku speechless waktu itu. Aku kaya dapet tamparan besar. “How lucky you are to born and live among your family!” jadi keinget salah satu ayat, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”. Huhu. Kami belajar macam-macam. Tapi inti pelajarannya belajar perkalian. Setelah kbm selesai, kegiatan selanjutnya adalah makan. Ada yang dimakan di tempat ada juga yang dibawa pulang. Sudah kegiatan berhenti di situ. Biasanya ada beberapa dari mereka yang ikut sholat Maghrib bersama kami.

Kami sendiri setelah kegiatan biasanya ada evaluasi. Gue kagok dan kikuk gitu karena newbie. Untung ada yang deket satu jadi ada pencair suasana. Setelah itu kami pergi ngopi di Kue Balok Kang Didin yang di Pajajaran itu lhoo yang enak dan legendaris hehe. Eval sambil merencanakan dan menentukan berita acara kegiatan selanjutnya. Dan emang rezeki anak sholehah, hari itu ternyata di traktir sama Kak Rimaa. Yeah tau aja kalau budget gue kecil haha (udah di itung sebelumnya kalau ke kue balok doang mah cukuplah duitnya). Btw, thanks a lot ya Kak jadinya duit w utuh. Intinya gue seneng hari itu. Pengalaman baru, tantangan baru, dan InsyaAllah ladang amal baru.

0 komentar:

Posting Komentar