Now a days self quarantine become a popular word isn’t it? Semuanya
melakukan karantina diri dengan #dirumahaja sebagai langkah pencegahan
penyebaran Covid-19. Banyak pula wilayah yang sudah menerapkan PSBB ditambah
larangan mudik atau pulang kampung dari pemerintah. But di sesi tulisan kali
ini gue bukan mau bahas what’s Covid-19, how to prevent, how to make your day
productive or anything else, not about that stuff. Yang mana gue kira bisa
dibilang kita eneg sama semua berita all about Covid-19 baik di media massa
ataupun sosial media. Buat lo yang wise and calm, mungkin itu jadi asupan
wawasan lo, aware about situasion that happen bahkan sampai bisa take action.
Tapi buat sebagian orang, yang tingkat anxiety nya tinggi konsumsi media dewasa
ini, yang ada malah nambah kecemasan dan ketakutan tentang situasi yang gatau
kapan akan berakhir.
Kali ini gue mau tarik ulur kisah dulu sama sekarang, yang mana gue
kira nothing much change, but as always there are lessons that we (can) get.
Insyaa Allah.
Ngalamin masa-masa sekarang ngebuat gue flashback kurang lebih tiga
tahun ke belakang, masa di mana gue memilih #dirumahaja. Kalau dulu gue di
rumah atas pilihan dan kemauan gue, saat ini itu bukan pilihan tapi keharusan.
Intinya gue merasa kembali ke masa di mana mostly gue menghabiskan waktu dengan
di rumah aja. Bedanya, dulu begitu jenuh, seminggu sekali gue masih bisa
refreshing pergi ke tempat yang belum pernah gue datangi, bisa sendiri atau gue
minta temenin ade gue. Tapi sekarang, definisi di rumah aja yang bener-bener di
dalam rumah gabisa keluar kalau emang ga ada kebutuhan mendesak. Paling gue
keluar itu kalau anter paket, ke atm, atau belanja kebutuhan rumah. Sisanya di rumah
dengan berbagai aktivitas yang mana sebisa mungkin gue tetep berusaha untuk
menyibukkan diri. Menyentuh kembali sudut-sudut kamar, melakukan kembali
hobi-hobi yang tertunda, dan ragam aktivitas lainnya yang gabisa gue sebutin
semua dan tak jarang memberikan kesan dan pengalaman berbeda. Karena akan
selalu ada awal untuk setiap hal bukan?
Dulu gue merasa hari demi hari terasa berat untuk dilalui, pikiran
berkecamuk dengan segala kata-katanya yang membangun ataupun menjatuhkan.
Keinginan dan harapan di pikiran yang rasanya sukar untuk terwujud melihat
realita yang ‘gue cuma di rumah aja with no money, no education, no job dan no
no lainnya’ setiap harinya selalu dipenuhi dengan ketakutan, kecemasan akan
masa depan. Melakukan aktivitas harian yang dirasa ga bermanfaat dan selalu
merasa dibatasi kondisi. Penyalahan atas kondisi yang tak berpihak.
Tapi gue gamau lantas berdiam diri dengan terus meratapi dan ga
berbuat apa-apa. Justru dengan gue semakin diam dan ga ngelakuin apa-apa
disitulah letak kehancurannya. Temen lo atau orang-orang di luar sana juga
terus bergerak, beraktivitas. Ibarat kata orang udah sampai Perancis lo masih
di Indonesia. Pelan-pelan gue coba benahi, ninggalin hal-hal yang emang gue
gasuka atau gamau lakuin, don’t lie to yourself. You don’t live to fullfil
people’s want or people's expectation. Stop it! Live for yourself. Live your
life. Don’t waste it. You only live once and make it useful. Lo bakal maksimal
berguna kalau lo ngejalanin bidang yang emang lo suka. Mau sesusah apa pun,
bakal lo hajar karena lo suka. Sama halnya lo suka sama seseorang, sometimes
you don’t need any reason. Just because.
Terima. Acceptance. There’s no other solution before you do it
first. Meski sulit, bukan berarti gabisa. Walau mungkin nantinya penerimaan ini
akan berada di tahap akhir, setidaknya jangan sampai biarin diri lo terhanyut
sama suasana yang ada. Solusi yang mungkin sebenernya udah ada depan mata jadi
samar karena lo sibuk liat kanan-kiri, liat orang lain udah gimana. Udah, mulai
sekarang fokus sama diri, urus diri sendiri. Kalau lo udah siap buat liat dunia
luar, membuka diri pada lingkaran yang lebih besar, lo mulai deh punya program
buat bantu orang. Awalan orang-orang terdekat lo, terus makin lama tingkatin
dah itu kapasitas diri dengan ningkatain kapasitas wadahnya juga. Minta selalu
petunjuk dan bimbingan Allah. Yakin deh, rencana Allah selalu luar biasa dan
tidak disangka. Kitanya jangan berhenti ikhtiar dan berdoa. Let Allah do the
rest. Oke? Lanjut.
Gamau kondisi dan situasi menjadi penghambat, oke gue mulai
menerima segala kekurangan dan kelebihan diri. Gue terima kondisi, keluarga,
apapun itu. Self healing pertama. Terus gue mulai melihat sekitar, apa yang
bisa gue lakuin, setidaknya biar gue produktif dulu deh punya kegiatan. Ya
masih setengah suka gapapa. Oke, buku. It means gue harus baca. Dari rentetan
buku bokap, gue cari yang in situation dan menarik buat gue baca. The first
book is The 7th Habbits of Highly Effective People. Awalan gue sulit memahami
isi buku ini, tapi gue coba terus baca. Gue yakin ada maksud kenapa gue harus
baca ini buku. And finally this is become the book that change everything.
Setidaknya gue bisa bilang itu sekarang. Gimana semua itu berubah dari mindset
dan pola pikir. Self healing kedua. Terus gue cari-cari bacaan yang bisa tune
in buat balikin self confidence gue. Lanjut ke buku The Magic of Thinking Big.
Buku Word Power Made Easy buat gue belajar inggris dan buku-buku lainnya. Self
healing ketiga.
Selanjutnya gue mulai aktivitas lain yang bisa dilakuin dengan
fasilitas yang ada di rumah. Oke, wifi. Akhirnya gue log in, bikin banyak akun
di app ataupun website belajar inggris gratisan. Gue belajar dari youtube,
website, ebook, nonton TedX, dan media sejenis lainnya. Aktif lagi menulis,
upload film dan bikin video lirik di youtube, gabung berbagai survei berbayar
dan serabutan freelance di internet. Akhirnya gue mulai dapet celah dari mana
gue bisa menghasilkan. Self healing keempat.
Akhirnya gue menjadi tersibukkan dengan ragam aktivitas yang gue
create sendiri. Di sini gue mencermati for knowing myself better. What I like,
want, how I want to be in future. Sampai akhirnya gue banyak membuat keputusan sendiri,
yang di sana ga ada campur tangan orang lain. Awalnya mungkin terdesak situasi
yang gue gabisa maksa orang lain buat ngerti kondisi gue that I’m really suffer
inside. Di sekitar juga menuntut mau ga mau gue harus bisa ngertiin mereka.
Oke, bismillah I choose me, I choose my way, and I’m full responsible for what
happen in the future. No matter how it is setelah keputusan yang gue buat. Gue
bakal ngehargain dan bertanggung jawab penuh. So, here I am. Self healing
kelima.
Begitu pun saat ini, semua terasa tiba-tiba, mendadak, tanpa
permisi, kita diminta untuk sedikit banyak mengubah kebiasaan, pola rutinitas, atau
bahkan keseluruhan kehidupan. Suatu hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Beberapa dari kita mungkin merasa hal-hal yang dilakukan saat ini membosankan, tidak
bermanfaat bagi jenjang kehidupan ke depan. Tak apa, wajar. Aku pun begitu.
Dulu. Tapi percayalah, bahwa hal-hal besar di masa mendatang pasti berawal
dari langkah-langkah kecil saat ini. Tetap beraktivitas, tetap berikan yang
terbaik pada setiap hal yang ditekuni. Cobalah rehat sejenak dari kehidupan
maya dan nikmati dunia nyatamu. Mungkin ini saatnya menghapuskan sekat-sekat
pemikiran dan sekat-sekat antar ruang untuk kita lebih mengenali diri dan
sekitar. Bukankah sejatinya ketidakpastian itu sunnatullah? Maka berlepas dirilah
dari segala kefanaan dunia.
Bersabarlah pada kondisi sulit dan bersyukurlah pada kondisi
senang. Mungkin Allah sedang ingin bermesraan dengan hamba-Nya. Ada pelajaran
yang ingin Allah sampaikan kepada kita. “Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu
dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang” (HR. Al-Bukhari). Maka
manfaatkanlah waktu luang sebelum waktu luang memanfaatkanmu. Waktu itu gratis,
tapi tak ternilai harganya. Kamu tidak bisa memilikinya, tapi bisa
menggunakannya. Kamu tidak bisa menyimpannya, tapi bisa membelanjakannya.
Sekali kamu kehilangan itu, maka kamu tidak akan pernah bisa mendapatkannya
kembali. Sampai bertemu the new you in the near future. What will you be?