Senin, 6 Maret 2017. 2.05 pm. Waktu gue nulis sekarang. Rasanya
baru kemarin gue ga lolos SNMPTN. Rasanya baru kemarin gue lulus SMA. Rasanya
baru kemarin gue ga lolos SBMPTN. Rasanya baru kemarin gue meratapi nasib.
Rasanya baru kemarin gue ikut tes-tes masuk perguruan tinggi. Rasanya baru
kemarin gue ngundurin diri dari ITENAS. Rasanya baru kemarin gue nekat ikut
KGSP (Korean Government Scholarship Programee). Rasanya baru
kemarin gue join banyak website untuk belajar Inggris gretongan.
Rasanya baru kemarin gue ikut kursus TOEFL. Rasanya baru kemarin gue ikut
OSC (Online Scholarship Competition). Rasanya baru kemarin gue nyoba lamar
kerja dan ga keterima. Rasanya baru kemarin gue ter-ngeh-kan oleh zenius.
Rasanya baru kemarin gue jadi serabutan worker di internet dan jadi
member survey berbayar. Rasanya baru kemarin gue bikin-bikin video
lyric untuk diupload. Rasanya baru kemarin gue bikin exploding box as
birthday present sekalian bahan promosi jualan. Rasanya baru kemarin gue
melihat dunia (lagi), melibatkan diri kembali setelah hampir lupa bagaimana
menjadi manusia. Ikut GANIFA (Keluarga Alumni Ghifari), ikut Rubel (Rumah
Belajar) Sahaja, ikut bergabung dalam sebuah brand, dan masih banyak
anonim kegiatan yang ga gue sebutin. Intinya alhamdulilllah, ternyata gue
menghiasi waktu untuk mengexplore dan mencoba banyak hal baru. Ga
kosong-kosong amat, ga 'pengangguran-pengangguran' amat, ga geje-geje amat,
seperti yang orang lain liat dan bilang ke gue. Well, gue udah kebal sama
perkataan kek gitu dan justru berterima kasih sama orang-orang itu, karena
udah care dan peduli sama diri gue, yang diam-diam terlibat dalam
perubahan gue hingga saat ini. Dan gue bersyukur atas keadaan dan diri gue saat
ini.
Gue bingung sama orang-orang yang hidupnya hanya mengomentari dan
mengkritisi hidup orang lain, atau ngepoin hidup orang. Gue gasuka terlalu kepo
dan mencampuri urusan orang lain. Buat apa? Ga bermanfaat, yang ada malah
nambah dosa. Kenapa gue bilangnya 'terlalu kepo' karena kita harus (kepo) aware dan
sadar tentang kondisi lingkungan sekitar kita tapi cukup, ga perlu berlebihan.
Semua ada batas dan izinkan tiap-tiap orang punya privasi mereka sendiri.
Karena segala sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik bukan? Allah said.
Ga perlu juga gue pengumuman ke orang-orang tentang kegiatan gue, tentang
pencapaian gue (kaya punya prestasi aja haha), tentang segala apapun yang gue
lakuin. Buat apa? Sekali lagi ga perlu, yang ada malah nambah dosa. Takutnya
malah jadi riya dan terlalu bangga akan diri sendiri. Naudzubillah. Tiap orang
punya kelebihan dan spesialisasinya masing-masing. Gausah iri, syirik, ataupun
dengki. Justru yang harus kita takutin adalah ketika kita tidak menggunakan
potensi aqliyah, jasmaniah, dan ruhiyah yang udah Allah kasih dengan sebaik-baik
dan sebenar-benarnya. Gue pun sama, nulis seperti ini bukan berarti udah baik,
masiih jauh banget. Tapi ayo sama-sama kita saling mengingatkan dan memperbaiki
diri. Sholeh/ah berjamaah.
Daripada sibuk ngurusin kehidupan orang lain dan terus merhatiin
rumput tetangga yang selalu tampak hijau, lebih baik peduli sama diri sendiri
dan coba tanam rumput itu sendiri. Kenapa rumput tetangga selalu tampak hijau?
Karena dia menanam, merawat, menjaga rumput tersebut. Sedangkan kita? Kita
hanya sibuk ngeliatin hijaunya rumput tetangga tanpa menanam dan ngerawat
rumput kita sendiri. Sifat dasar manusia memang, selalu merasa kurang dan
mengeluh. Tapi coba analisis, kenapa bisa muncul sifat kaya gitu? Bisa jadi
karena kita tidak bersyukur dan tidak merasa cukup dengan apa yang kita punya.
Bukankah ketika kita bersyukur, Allah bakal menambah nikmat kita? Ubahlah kata
mengeluh itu menjadi meng-Allah. Menjadikan kebergantungan kepada Allah saja.
"Allah-lah tempat bergantung segala sesuatu." (112:2). Jangan takut
miskin, sedangkan kita adalah makhluk dari Dzat Yang Maha Kaya. Jaaa. Uang
itu cuma alat pembayaran yang dibikin sama manusia doang. Walaupun emang, pada
praktiknya itu sulit. Sulit untuk terus positive thinking dan
berprasangka baik sama Allah. Tapi bismillah semua itu bisa diusahakan.
Haha flashback dan throwbacknya kejauhan dan jadi
ngelebar ke mana-mana. Terlalu curcol. Oke gapapa, cukup sampai di sini kita
balik lagi ke topik awal.
Kadang gue berpikir, bahkan sampai saat ini. Bener ga sih, sekarang
waktu yang tepat buat gue coba-coba kaya gini? Tepat ga sih waktunya kalo
sekarang gue malah sibuk sama hal-hal 'ga penting' kaya gini bukannya belajar
mempersiapkan diri buat ikut SBMPTN lagi. Mencoba peruntungan lagi untuk kuliah
di PTN. Bener ga sih apa yang gue lakuin? 'Penting ga penting' itu bergantung
pada preferensi dan prioritas masing-masing. Cuek aja lagi. Kadang kita harus
tutup telinga dan ga peduliin apa kata orang. Hehe But, life is a
mistery guys and will always be. Cuma Allah yang tau ke mana arah hidup akan
dibawa. Semua Allah yang atur. Kita hanya perlu berusaha, doa, ikhtiar, dan
tawakkal pada akhirnya. Yang pasti tetap tautkan hati kita hanya pada Allah.
Selama yang kita lakuin bermanfaat dan dalam rangka beribadah kepada Allah,
bismillah jalanin aja. Walaupun kita gatau akan seperti apa pada akhirnya. Tapi
yakin Allah lebih tau mana yang terbaik buat hamba-Nya. Akan selalu ada hikmah
dibalik setiap peristiwa.
Ga kerasanya, sekarang tinggal H-70 SBMPTN 2017. Pengen nangis
rasanya ngeliat persiapan gue. Tapi apalah daya. Banyak banget faktor x diluar
kendali. Gue gatau bingung gimana mengekspresikannya, nano-nano rasanya. Tapi
gue percaya dan yakin selama kita selalu berusaha sekuat-kuatnya, selalu
berusaha melakukan yang terbaik dalam setiap hal yang kita lakuin, hal sekecil
apapun, berdoa sebanyak-banyaknya, bantu Agama Allah, bantu orang lain yang
membutuhkan bantuan, dan ambil kesempatan yang tersedia. InsyaAllah akan manis
pada akhirnya.
Barang siapa yang menolong agama Allah, pasti Allah akan
menolongnya. Soal yang membantu sesama, ibarat resonansi, ketika kita melakukan
satu kebaikan, maka kebaikan lainnya akan mengikuti. Kalo kata buku magnet
rezeki (kalo diizinkan kita bahas di tulisan terpisah), ibaratnya kita tinggal
mengaktifkan energi kita di level dunia quantum dengan cara Allah.
Kuliah itu sama kaya sekolah, buat belajar buat cari ilmu. Kalo
belajar bisa di mana aja, berarti kuliah juga bisa di mana aja. Institusi itu
hanya salah satu wadah yang dibuat oleh manusia supaya lebih fokus, lebih jelas
arahan belajarnya. Hadiahnya kita bisa dapet gelar. Gue bakal tetep berusaha
untuk bisa kuliah di Institusi, tapi balik lagi pada Ridha Allah. Kalau memang
pada akhirnya Allah tidak mengizinkan gue kuliah di Institusi ga masalah. Itu
artinya gue memang harus kuliah kehidupan yang harus w cari kurikulum dan
silabusnya sendiri. Lebih menarik dan menantang justru hehe. Kalo kata Prof.
Rhenald Kasali, sukses itu It's all about mental.
Ya di waktu hidup yang ga banyak di dunia ini, yok ah kita
sama-sama jadi manusia yang lebih baik lagi, yang selalu mengisi waktu dalam
rangka beribadah kepada Allah. Tidak menyiakan-nyiakan waktu dengan hal-hal
keburukan. Manfaatkan waktu yang kita punya saat ini. Keep Hamasah,
guys!